Pemuda Desa yang
Sukses
Karya :
Parikesit Pranagita
Hari
memang masih belum pagi dan matahari belum menampakkan sinarnya. Tetapi, pemuda
desa ini sudah bersiap-siap untuk pergi berjualan ke kampung-kampung. Ia memang
bukan pedagang namun yang dilakukan pemuda bernama Tono untuk membantu ibunya mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Ayahnya sudah meninggal saat Tono berusia 8 tahun. Kini Tono sudah
SMA dan bercita-cita untuk bekerja di Ibukota. Ibunya memang tidak memaksakan
Tono untuk bekerja.
Setiap
pagi Ia menjajakan makanan ke kampung-kampung kalau tidak habis biasanya di
setorkan ke Pasar Induk. Memang keuntungan yang didapat tidak terlalu banyak
tetapi uang itu cukup untuk membiayai uang sekolah Tono. Setelah selesai, Ia
pulang ke rumah lalu bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Walaupun harus
membantu ibunya berjualan, tetapi prestasi Tono di sekolah bsa dibilang sangat
baik. Tak pernah sekalipun Ia mendapat peringkat dibawah 3. Tono tidak minder
dengan teman-temanya yang sebagian besar berasal dari kalangan mampu. Ya, Tono
sangatdekat dengan teman-teannya, namun ada juga temannya yang iri atas
kepintarannya. Gurunya pun mengecap Tono dengan predikat anak baik-baik.
Suatu
ketika Tono lulus dari SMA dengan nilai sangat tinggi, bahkan Ia mendapatkan
beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas ternama di Ibukota.
Sungguh senangnya Tono saat itu, tetapi
Ibunya tiba-tiba jatuh sakit dan harus ditemani. Tono pun bingung apakah
Ia harus menerima beasiswa itu atau menjaga Ibunya. Satu minggu lagi Ia harus
sudah segera memberikan jawaban atas penerimaan Beasiswa itu. Setiap hari Ia
terus merenung dan akhirnya memutuskan untuk menolak tawaran tersebut dan
memilih untuk tinggal bersama Ibunya yang sedang sakit. Mendangar keputusan Tono
itu Ibunya sedih dan sesekali meneteskan air mata. Dalam hati Ibunya berkata
“Demi Ibunya anakku harus mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pendidikan
yang selama ini sudah ia cita-citkan”.
Satu
hari sebelum Ia harus memberikan jawaban, Ibunya menghampiri Tono dan
mengatakan sesuatu.”Ton, pergilah dan terima beasiswa itu. Itukan yang sudah
kamu impikan selama ini”. “Tapi, Bu. Kalau aku pergi bagaimana dengan Ibu.
Siapa yang menjaga Ibu?” , jawab Tono. “
Ibu ini kan masih sangat sehat lagipula Ibu masih bisa jalan dan dapat
bekerja”. “Sudah, Bu. Keputusanku sudah bulat, dan aku tidak ingin menjadi
anakb durhaka yang meninggaklkan Ibunya sendirian demi kepentinganku sendiri.”
. “Salah satu kebahagian seorang Ibu adalah
ketika melihat anaknya sukses dan mendapatkan pekerjaanb. Sudah sekarang Ibu
akan kemas pakainmu yang akan kamu bawa besok.” Mendengar perkataan Ibunya,
Tono tidak dapat berkata apa-apa lagi. Malamnya Tono memberi jawaban “ Baiklah
aku akan besok pergi ke Universitas. Tapi Ibu harus berjanji agar tetap sehat
dan jangan terlalu lelah kalau bekerja.”
Keesokan
harinya, Tono pun berangkat dengan membawa tas berisi beberapa pakaian dan
barang-barang lainnya. Sebelum pergi, tak lupa Ia memeluk Ibunya. “Semoga
sukses di Ibukota.” Bisik Ibunya. “ Ayo, Ton Cepat berangkat. Nanti kita
terlambat.” Teriak Pak Muji guru yang akan mendampingi Tono.
Lima
Tahun kemudian
Beberapa
tahun telah berlalu, kini Tono sudah bukan pemuda desa lagi. Tampilannya
berubah menjadi pegawai kantor di salah perusahaan ternama. Ia sekarang bekerja
sebagai seorang Kepala Administrasi di perusahaan itu. Saat Tono kembali ke
kampung halamnya, Ibunya kaget dan sontak memluk Tono. Lalu Ia berkata pada
Ibunya “Sekarang aku sudah sukses,Bu. Tetapi masih ada satu keinginan yang belum
aku capai, yaitu ingin membahagiakan Ibu. Sekarang maukah Ibu tinggal bersamaku
di Ibukota. Di sana Ibu dapat tinggal dengan tenang dan tidak perlu bekerja
lagi.” Tanpa berpikir panjang Ibunya langsung menerima tawaran dari anak semata
wayangnya itu.”
Dan
setelah itu, Tono membawa ibunya tinggal bersama dengannya di ibukota.
SELESAI